Skip to content

Cup & Cino and Medan Culinary outlook in 2014

  • by
cupandcino1

First of all, we apologize karena reviewnya dipublish setelah cafe ini ditutup. Well…consider this a tribute for Cup & Cino, salah satu early bird cafe di Cambridge Mal yang muncul ketika Cambridge Mal baru selesai dibangun. Dan di artikel ini juga kami ingin sekedar sharing dan tukar pikiran mengenai bisnis kuliner di taon 2014 ini.

cupandcino11
This Zuppa soup taste amazingly good, but why is this cafe closed?

Personally sih, ga ada yang salah dengan makanan dan minuman disini. In fact, they’re good. The problem lies in the mall management. Saat ini, sepertinya 70% outlets di Cambridge Mal ditempati cafe dan tempat makan, from island (gerai kecil) yang berserakan dan kurangnya entertainment lain di mal ini. Ntahlah…mungkin mereka tidak punya pilihan lain untuk menutup ongkos operational mal yang tinggi. Ga salah sih, tapi gawatnya banyak cafe sejenis yang bersaing. Lokasi Cup & Cino yang boleh dibilang ‘kurang strategis’ dan kurang visible ini bisa jadi boomerang, walau sejujurnya tempat ini lumayan comfy dan makanannya not bad either.

From Western to Indonesian cuisine, typical food served in Cafes
From Western to Indonesian cuisine, typical food served in Cafes

Let’s also take this opportunity to talk about culinary outlook 2014 di kota Medan menurut pengamatan Makanmana. Bisnis cafe booming beberapa bulan terakhir, berkembang pesat…lebih pesat dari perkembangan gaji di kantong honestly. Kebanyakan dari bisnis baru ini bergerak di bidang cafe, targeting mid to high end consumer. Budget modal yang dikeluarkan juga tidak tanggung-tanggung, sometimes illogical menurut kami. Nah…hal ini yang kemudian memberi sebuah statement negatif kebanyakan orang Medan bahwa cafe-cafe yang baru buka ini hanya ‘permainan orang kaya’, ‘side business’, ‘biar anak dpt kerjaan setelah pulang kuliah dari luar negeri’, ‘cafe itu gengsi/cool/keren’, and the rest…you name it. And oh…let’s not forget franchise either.

Different fancy names with same basic ingredients
Different fancy names with same basic ingredients

We partially agree…kebanyakan dari pengelola ini terjun bebas. No prior restaurant management experience. Money can buy everything, they thought. Sebuah lokasi kosong dipermak abis-abisan, investasi ratusan juta untuk interior dan suasana, butttt… unwilling to spend few hundred bucks for good food photography and menu design *how ironic* #curhat #savorsnap

Pertanyaan serupa sering kali ditanyakan ke kami, “Kenapa kalian ga buka resto aja?” It’s easy to open a restaurant, even if we don’t have enough capital. Banyak koq investor di Medan ini. The hardest part is how to run it. Butuh dedikasi lho, bukan hanya sekedar lempar tugas ke manager dan supervisor and call it done. Nah…setelah blogging 7 tahun dan mengenal banyak pengelola kuliner, kami merasa masih belum sanggup untuk mengelola sebuah bisnis kuliner, kecuali Harry…that’s why you see him less writing here and focus more on his 061 bistro.

Sebagai penikmat kuliner sejati Medan, sedih aja sih belakangan ini lebih banyak kuliner luar yang men’invasi’ Medan, overshadowing authentic local cuisine. We’re still trying our best to curate those places, tapi kami butuh bantuan anda juga. Ga selamanya kita tau semua tempat makan tersembunyi dan berpotensi di Medan. That’s why we introduce some contributors who we believe, share the same passion with us.

Anyway, thanks for reading our rants. With all these newly opened cafes and resto, ga sedikit juga yang gulung tikar. Dari rumor yang kami dapat aja, udah ada beberapa yang dalam waktu singkat bakal stop beroperasi, who are they? Let the time tell 🙂

If you’re thinking to open up a new cafe with amazing concept and theme, please…please reconsider. In the meantime, congratulations to all newly opened Restaurant/Cafes. Semoga kuliner kota Medan di tahun ini lebih baik lagi.

“Adios Cup & Cino, Hello and Welcome Old Town Kopitiam.”

30 thoughts on “Cup & Cino and Medan Culinary outlook in 2014”

  1. Yup, tapi emang sih ga mudah untuk mencari yang tersembunyi..kita juga butuh rekomendasi. Ga tau juga yah kalo buka tutup itu strategi mrk, jadi begitu udah dpt untung tutup deh (exit strategy), terus buka baru lagi dan repeat…hehehe..ada ga yah yang seperti itu?

  2. Kl mnurut gw sih, yg namanya pecinta kuliner itu adlh org yg slalu cari tau seluk beluk lokasi kuliner yg enak, trutama yg t4nya trpencil ato susah dicari. Kl yg cm tau mkn d resto2 n cafe2 sih smua org jg bs asal berduit aja.
    Kl soal harga mknan, shrsnya para pelakon bisnis kuliner baru jgn lgsg masang harga tinggi, kecuali yg anda tawarkan bnr2 beda n special bgt.
    Harus dicermati dulu apakah yg ditawarkan bisa menawan hati para food lovers n apakah bisa brtahan utk jangka wktu yg tdk pndek, jd gk cm numpang lewat, buka bentar trus tutup.
    Trus utk para pebisnis kuliner, karena cost utk operasional bisnisnya tiap hari jalan, shrsnya harga mknan disesuaikan supaya bs dikunjungi tiap hari ama konsumen, bkn harga yg membuat org cm bs sesekali dtg aja.
    Harga mknan jg msti ‘make sense’, mksudnya hrs sesuai dgn hrga bhn bakunya, jgn mknan murah dijual selangit hrganya.
    Kl ada yg murah banget ampe bikin kita malas masak d rmh, WELCOME BANGET! Asal gk murahan y. He5..

  3. Haha…I guess kitchen are not meant to be seen, unless you’re in Hell’s kitchen or wanna show off your skill like Japanese do.

  4. sekedar info mie goreng jawa yang berada di sekitaran jalan sumatera itu adalah koki bekas dari RM. Ling Ce San Cemara Asri. Jadi no wonder enak banget.. haha

  5. Some also have bad food cook & serving system.We all know who the last Japanese resto opened at our town.And my God,while i can afford their quite hefty price tag for the dishes.I just happened saw one thing that i don’t ever expected to come from them.The curry…since they have open kitchen set up in the resto.I saw the curry are frozen and taken out from inside the fridge then heated,not a fresh made at the morning.Seriously for the price tag…i want fresh made food

  6. Exactly Hemma, semoga taon ini lebih banyak tempat makan yang lebih condong ke spesialis dan punya ciri khas tersendiri…Hehe sapa tau setelah warung ayam penyet ntar booming Dimsum Kaki Lima…

  7. Setuju sama MaMa. Somehow bisnis kuliner ini jadi primadona karena kelihatan mudah dilakonin kalau punya modal. Tapi bukan mentang-mentang doyan hangout di kafe trus mesti sukses mengelola kafe. Banyak bisnis kuliner yang tumbang di tahun-tahun awal karena tidak punya identitas. Kafe itu bukan melulu tempat nyaman, karena mutu dan rasa sajian juga sangat menentukan. Tapi sayangnya banyak banget kafe yang menunya copy paste, kolektif, gak beda. Saya pribadi lebih condong makan di tempat yang sederhana tapi makanannya punya ciri khas ketimbang di kafe yang menunya kroyokan.

    Idem buat para warung ayam penyet dan bebek goreng yang kian menjamur saat ini. Like hello… I just passed warung ayam penyet and I’m stumbling on one again.

  8. There are only 2 possibilities for newly opened cafe, either they’re not well trained yet and need time to adjust, or they totally have no idea how to run a resto.

    It takes gut and risk to be pioneer. But then if nobody stood up, we might be still in era where eating raw fish is bizarre.

  9. Those new Cafe food usually taste terrible, some Cafe even serve microwave food from supermarket frozen department (you know who you are).

    Medan need real food and authentic foreign food like Mexican and Vietnamese.

  10. Modernisasi perlu, tapi saya malah merasa identitas mrk sebagai icon kuliner Medan memudar. Salah satu contohnya Mie Ayam Kumango, terus terang gw udah jarang berkunjung karena sistem franchise udah diberlakukan dan mulai menanamkan sistem dan dikelola manajemen. Ga salah sih kalo dari sisi bisnis untuk berkembang. Hal serupa juga terjadi dengan Mie Awai Original dari Siantar, I don’t remember when was the last time I visited that place…dan yang terakhir Mie Pangsit Tiong Sim Jalan Semarang yang ga pernah lagi nampak ownernya. Mungkin dari sisi psikologis, kebanyakan orang Medan belum bisa menerima perubahan seperti ini. Tapi kembali lagi, mungkin saja pernyataan ini dikarenakan saya sendiri bukan pebisnis kuliner dan lebih idealis :p

  11. Betul, di taon 2014 ini sebenarnya gw mengharapkan bisnis kuliner yang lebih niche, lebih specialist dan unik. Ga masalah sih mau cafe baru yang keluar, asalkan punya identitas yang jelas dan tidak sekedar latah. Bicara niche jadi pengen nulis Hakkata Ikkousha… *kembalikelaptop*

  12. Betul…tanpa market survey sebelumnya, susah juga sih, mengingat premium segment di Medan ga luas, apalagi cafe-cafe yang lebih sempit lagi age scopenya. Dari kompeitisi pun ga sehat lho, sering bajak karyawan sana-sini hehee.. #curhatanpengelolaresto but after all it’s business.

    Geografis Jakarta dan Medan jelas berbeda selain spending behavior. Di kota Medan ini, hampir semua lokasi cafe ga berjauhan dari satu tempat ke tempat lain dibanding Jakarta yang mikir jalannya aja udah ill-feel. Di Medan ini, yang datang ke cafe-cafe cuman org-org itu aja yang cycle ke satu cafe ke cafe lain. Dengan ramainya kehadiran cafe ini, silahkan bersabar untuk nunggu kunjungan berikutnya :p

  13. Gini yah bro.. Charles Darwin pernah bilang

    “It is not the strongest of the species that survives, nor the most intelligent that survives. It is the one that is most adaptable to change.”

    Yah lucu donk kalo yang franchise-franchise gede ngelahap abis brand kecil. Yang pasti, butuh keunikan tersendiri dari brand kecil supaya berbeda dari franchise gede dan punya market tersendiri juga

  14. Alexander Tampubon

    Setuju sekali dengan opini MaMa mengedepankan makanan dan minuman tradisionil dan lokal. Invasi menu asing semakin gencar dan yang menjadi peminatnya umumnya adalah kaum muda. Penikmat makanan tradisionil dan lokal kebanyakan orang tua. Jadi para pengusaha tradisional foods perlu melakukan terobosan dengan penyajian yang lebih baik dan menarik tanpa mengurangi atau merubah rasa. Semoga tradisional food kita tetap jaya ditengah invasi western atau food asing lainnya.

  15. Tadi abis dari Jalan Sumatera, trus pas lagi nganterin bini ke dokter, karena waktu dah jam 8 kurang dikit, perut agak lapar, trus gw keluar dari tpt prakter dokter, dan jalan ke tetangga. Ada jual Chicken Chop dan Pop Corn chicken (Kalo ini comment box bisa posting pic, gw bakalan upload hahahahaha). You know what? It is goood!!! Ga kalah ama Shihlin, considering the price yg murah? IT IS GOOOD!! Gw abisin sebungkus Pop Corn Chicken dan sebungkus Chicken Chop, dan lupa bagi ke bini gw…alhasil kena omel…LOL

    Abis selesai bini diperiksa dokter, trus pulang, otw home kita singgah ke jalan Aceh, dekat Jl. Sumatera sono, makan MIE GORENG JAWA, Uwenak dan murah meriah, seporsi Mie Goreng Telur Bebek, dan Bihun Goreng Jawa Telur Bebek, dan satu Teh Manis dingin gw bayar tadi 23rb.

    So what’s the point you ask? Yah gw selalu gitu kok kalo mao comment, pasti ada prolog nya dulu hahaha. My point is: Gw lebih bisa appreciate makanan yg lebih merakyat gitu daripada makanan di cafe yang lata. Look at those two street food vendors, mereka ada specialty food nya, they are specific, they don’t sell gimmicks.

    Lagi kekenyangan ga bisa ketik kebanyakan, ngantuk jadinya…huaaahm…good nite

  16. so agreed with above article…mayoritas org yg punya dana berlebih2 sekrg lebih milih invest di bidang kuliner dgn buka resto or cafe yg premium segmented, dgn pertimbangan perputaran modalnya yg cepat dan pemasukan secara hard cash, dibanding tanam modalnya ke deposito dgn bunga pas2an atau main saham yg high risk…..side effectnya terjadi booming dimana mana buka resto/cafe baru yg super mentereng, tinggal hired manager,supervisor,waiter,chef and so on….tapi kl tdk dibarengi dgn dedikasi/passion /kecintaan yg tinggi di bidang kuliner dan hanya harap bs balik modal secepatnya, maka hampir bs dipastikan lambat laun akan bertumbangan satu persatu….soalnya type masyarakat Medan ini agak ‘special’ maunya yg enak, servis bagus , trus kl bisa murah pulak….jadi kl makan di resto2 mentereng pun hanya ocassion tertentu atau di weekend, kl di hari2 biasa bisa dipastikan resto/cafe yg premium segmented ini agak sepi, pdhal cost buat operasionalnya jalan terus loh, kl pemasukan lbh kecil dr pengeluaran ,dan hrs terus menerus disubsidi pemodalnya, u can guess what happen next…..berbeda dgn di jakarta yg masyarakatnya yg otomatis grade incomenya lbh gede banding di medan lbh more willing to spend money for eating at resto/cafe for weekdays (hr biasa)…

    btw dr sekian tahun jd follower blog ini br sekali ini gw baca artikel yg really tickling me to share my thought about culinary business….makanmana staffs are really huge contributors to let us know insight culinary business : hail

  17. kita diinvasi dengan franchise-franchise yang gede bro. no wonder kalo franchise tanggung atau brand sendiri bakal tumbang… hihi… kebanyakan sih emank mereka pikir dengan franchise, mereka bakal mendapatkan rasa dan kualitas yang sama di outlet mana saja. sayangnya hal ini tidak berlaku di medan. seperti ikkousha di jakarta dengan medan yang berbeda rasa dan porsi. seperti halnya marutama ramen medan dengan marutama kuala lumpur. padahal investasi tidak murah. franchise dengan standard dan kualitas yang sama hanya terdapat di kfc, texas, dan pizza hut. cup&cino juga sepertinya franchise dari luar negeri. mungkin kelak ada resto medan yang menghadirkan makanan asli medan dengan modern gastronomy… mgkn itu lebih awesome…

Comments are closed.

Discover more from Makanmana

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading