Quimak di Ayam Bakar Halimah kemarin menjadi kali pertama gue pribadi mengunjungi tempat ini meskipun kiprahnya di dunia F&B sudah melegenda. Tidak tanggung-tanggung, sejarah perjuangannya mengenyangkan perut dan memuaskan selera masyarakat Medan sudah terukir sejak tahun 2002 silam.
Bang Ujang dan Kak Halimah lah yang menjadi generasi penerus tempat ini sekarang. Sebelumnya, Ayam Bakar Halimah memulai bisnis di pelataran parkir gedung Rasa Bunda (sebelum dibangun restoran) dan berjualan selama 10 tahun. Orang tua Bang Ujang dan Kak Halimah menjadi “co-founder” pertama usaha ayam bakar ini.

Warung + Bakar-Bakar,
I’ve expected that this place will be a lil bit messy. Benar saja, tempat pemanggangannya cukup berantakan dan bekas-bekas tumpahan bumbu berceceran ke sana kemari. But, hey! What’s the point of having barbecue without getting messy, that’s what I thought.
Aroma asap yang berasal dari bumbu yang dipanggang menyambut kami lebih dahulu, bahkan sebelum tiba di depan pintu gerbangnya. Menurut mereka, bumbu yang digunakan untuk memanggang ikan tidak menggunakan penyedap buatan melainkan dibuat dari campuran beberapa jenis rempah-rempah asli.

Bumbu dengan rempah-rempah tadi ternyata berhasil meresap dengan sempurna ke dalam sela-sela serat dagingnya yang lembut, sedikit berair dan manis karena ikannya fresh. Gosh! I’m drooling just by visualizing my memories when I had this fish right there. Every bite of its meat simply bring you back to the seashore you miss and enjoy your grilled fish at dusk after you’re tired of having fun.
I believe ikannya bener-bener fresh. Warung ini menghabiskan sekitar rata-rata 220kg total semua jenis ikan perharinya—sekitar 40kg perhari untuk daging ayam. Ibu Bang Ujang bahkan menghitungnya secara manual dengan kalkulator. This kind of genuinity can’t be faked for me.

We were here for the fish actually, since we’re recommended that way. But, okay. Let’s try the grilled chicken. Warung Halimah sepertinya menonjolkan ayam bakarnya dengan mencamtukan menu itu pada spanduk yang terpasang di pintu masuknya.
Hampir-hampir gue setuju dengan Bang Ujang, mengingat daging ayamnya yang lembut dan juicy; mengingat bumbunya yang meresap; dan mengingat lapisan bumbu pada kulit ayam; JIKA, ikan panggang tidak pernah disajikan ke meja kami.
Menu ikan mereka masih menjadi yang paling menawan di hati.
WARNING:
I may sound cheesy, but this whole article will be about me praising the menu Warung Halimah offered.
Tidak terbatas pada ikan dan ayamnya, sambal yang disediakan juga termasuk pantas menjadi jawara di sini. Sambal kecapnya dominan manis dengan rasa yang gurih dan tingkat kepedasan yang berada jauh di bawah ekspektasi gue. Bahkan pori-pori keringat gue tidak bergeming menikmati sambalnya.
Ada manis, pasti ada lawannya, asin. Sambal Terasinya lebih dominan rasa asin. This a good balance to the sweetness of Sambal Kecap.
What else that shouldn’t be missed here?
Tahu Sumedang, I’ll say. Tahu Sumedang di sini bukanlah tahu yang diisi sayur, atau tahu yang berbentuk balok panjang dan berwarna kuning cerah seperti yang dijual dengan sepeda keliling. Tahu Sumedang di sini berbentuk kubus dan isinya padat dengan tahu.
Cocol dengan sambal kecap yang disediakan, then you won’t stop munching. Rasanya mirip dengan sambal kecap untuk ikan tadi, hanya saja, sambal untuk tahu ini lebih cair.
Selain itu, kamu juga bisa menikmati Air Kelapa dan Rujak Buah untuk minumannya dan makanan penutupnya.
Hmmm… I don’t want this article to end this soon, but, there’s nothing more than this that I can tell. To be honest, I myself will be going back to Warung Halimah for another hit. Will you accompany me?
Warung Halimah (@halimahkitchen)
Jalan Bima Sakti
10.00-17.00
No Pork
Lokasi: https://goo.gl/maps/p6APB9qsVDU2