Finally, after seven years, MaMa’s kiddo got a chance to turn to this stall and have another bowl of chicken noodle.
Mie Ayam Akong review tahun 2010
Seperti yang tadi gue bilang, kami pernah mengunjungi tempat ini sekitar tujuh tahun yang lalu. Buat reflash memory kalian, boleh coba dibaca nih artikelnya yang di atas. So, any changes this time? Or the taste remain the same?

Setelah sempat tersesat lantaran gue belok ke Jalan Perdagangan dan bukan Jalan Gwangju, akhirnya gue sampai juga di kedai Mie Ayam Akong Acim ini. Sterlingnya gampang banget dikenalin, ada tulisan Mie Ayam Akong Acim yang besar pada kacanya. Why should I said this? Buat yang belum pernah kemari, tepat di seberangnya ada Rumah Makan (sepertinya Chinese Food) yang menggunakan sterling juga. Gue sendiri sempat hampir salah masuk.


Sambil menunggu anak MaMa yang lain, gue pesan dulu Lumpia Udang untuk ngemil dan mengganjal perut karena cacingnya yang sudah pada demo. Personally, buat gue Lumpia Udangnya tasted just so so. Nothing special. Bahkan menurut gue sedikit keras dan alot, mungkin karena sudah dingin. Jadi Lumpia Udangnya tidak freshly fried, artinya sudah digoreng dulu dan diletakkan kemudian dipotong kecil-kecil setelah ada yang memesan.


Sebelum beraksi jepret-jepret, gue pesan dulu semangkuk mie ayamnya. Sambil memperhatikan proses pembuatannya, gue sempat bertanya berbagai hal sama si Cici yang buatin mie gue. Rupanya, kedai ini uda mulai berjualan dari tahun 1975. That’s 42 years, guys! Dari ayah suami Cici ini lalu terakhir di-handle oleh Cici sendiri.


Semangkuk Mie Ayam yang memancing kami jadi ngiler pun dihidangkan tepat di depan kami. Isi toppingnya tidak banyak berubah. Tetap dengan jagoan utama yaitu si mie dan si ayam suwir, dilengkapi bakso ikan, telur bebek dan irisan lumpia udang. Entah kenapa, buat gue penggunaan telur bebek instead of telur ayam bikin nilai plus untuk Mie Ayam cici ini.
p.s. Kami sempat menyebutkan penggunaan cakue di artikel yang sebelumnya. Nah, mungkin maksud kami itu adalah irisan Lumpia Udang. Teksturnya sama persis seperti pesanan Lumpia Udang kami.




Ayam suwir, irisan lumpia udang dan telur menjadi pelengkap Mie Ayamnya. Kalo dibandingkan dengan Mie Ayam Kumango, Mie Ayam Akong Acim memiliki tekstur mie yang lebih tebal dan padat. Satu tambahan poin plus lagi, menurut gue pribadi yang notabene dominan karnivora adalah sayurnya yang direbus sampai benar-benar lembek. Gue sempat kira itu adalah sayur asin (Kiam Chay). Jadi, sayurnya tidak sekasar sayur mie pangsit pada umumnya.

Soal rasa udah gak perlu diragukan, buat gue sih gue rela 7 hari berturut-turut makan siang disini. Itu cara gue describe seenak apa Mie Ayamnya. Tapi, kalo soal harga, nah ini nih yang buat gue urung 7 hari berturut-turut makan siang disini. Cukup menguras dompet gue yang isinya gak seberapa.
Seporsi Mie Ayam ukuran normal atau original atau regular, apapun sebutannya, harganya 30rb. Unwillingly, gue lupa tanya harga porsi kecil dan jumbonya. Perbedaannya adalah porsi jumbo itu setengah kali lebih banyak dari porsi normal. Dan porsi kecil itu setengah kali lebih sedikit dari porsi normal.

Kesan tradisional atau vintage masih melekat erat pada interior kedai Cici ini. Meja yang disediakan pun tidak banyak, hanya berjumlah enam. Itupun dua meja digunakan oleh asisten si Cici untuk potong sayur dan lain sebagainya. Ada juga meja yang hanya bisa diisi dua orang duduk berdampingan.
Selama pengamatan gue disana, meja-mejanya tidak pernah kosong dan tidak pernah kekurangan. Pelanggan yang datang seolah-olah udah paham urutan dan datang bergantian satu setelah yang lainnya.



Nah, selain mie ayam, kami juga pesan bihun ayam disini. Sesederhana mengganti mie dengan bihun. Jadilah yang namanya bihun ayam.

Bihun AyamBuat yang pernah makan di seberangnya which is Chinese Food yang gue bilang, sharing ya pengalaman kulineranmu disana. Siapa tahu cocok untuk kami kunjungi berikutnya. ^^
Mie Ayam Akong Acim
Jalan Gwangju, simpang Jalan Perniagaan
Buka: 14.00–23.00
#halal
Lokasi: https://goo.gl/maps/9jKoZCTs8jB2
Photograph: Wisely @wiselywisely | Edited by Leo @elte