
Mungkin karena takdir, kali pertama aku bertemu dengan rumah makan ini karena dibawa supir Grab berkeliling mencari jalur alternatif untuk menghindari kemacetan di depan Olympia Plaza. Pas berbelok melintasi Jalan Sindoro, spanduk bertuliskan aksara Mandarin yang besar dan pintu berwarna jingga dari kedai mie ini langsung menarik perhatianku. Tapi waktu itu tempatnya tutup.
“Masih siang begini kok nggak jualan ya?” pikirku. “Is it closed for good?”
Meski cuma melihatnya sekilas, rasa penasaran bikin aku mengingatnya terus. Langsung saja kuminta petunjuk dari Mbah Google. Tak disangka, ternyata kedai ini masih buka tapi cuma berjualan 3 hari seminggu (Jumat-Minggu) dan sisanya tutup! Bingung nggak, loe?

Pendek kata, pada jam makan siang di hari Sabtu, aku mencoba mampir dan kali ini pintunya terbuka lebar untuk menyambut tamu. Dari depan tampak sebuah steling yang kupikir bakal ada berbagai bahan masakan di baliknya. Eh, begitu masuk ternyata kosong.

Sang nyonya pemilik langsung menghampiriku dan bertanya, “Makan, ya?” kemudian menyodorkan 2 lembar menu. “Tadi kulihat steling itu, kirain mie-nya sudah habis. Kok nggak ada apa-apa di sana?” tanyaku balik. Dari penjelasan beliau, steling itu sengaja dikosongkan dan proses masaknya dipindahkan ke dapur belakang demi alasan kebersihan. “Di depan banyak debu.” katanya. Okay, cleanliness, checked!
Di sini ada 2 macam menu yang ditonjolkan, yaitu Mie Heng Hwa dan Mie Heng Hwa Goreng dengan harga yang sama, yaitu 33 ribu/porsi. Bedanya, yang pertama berkuah dan seingatku Mie Heng Hwa yang original memang seperti itu. Selain mie kuning, ada juga bihun kuah dan bihun goreng tapi untuk kali ini aku mau coba menu utamanya dulu.
Buat kamu yang masih asing dengan namanya, Heng Hwa (atau dibaca “Xing Hua” dalam bahasa Mandarin) adalah salah satu etnis dalam masyarakat Tionghoa, kurang lebih sama seperti halnya masyarakat Batak yang terbagi lagi menjadi Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, dsb. Dengan adanya pembagian ini, budaya masing-masing etnis tentu saja berbeda, termasuk soal kulinernya.
Bagaimana dengan istilah “Phu Thien” di depan nama Heng Hwa Mie ini? Pemiliknya bilang kalau itu adalah nama dari kampung halamannya di Tiongkok. Dulu Kota Phu Thien di Tiongkok dihuni oleh warga yang semuanya beretnis Heng Hwa dan beliau sebagai keturunan dari etnis ini ingin melestarikan masakan khas dari kampung leluhurnya.

Waktu pesananku dimasak, beliau pun mengizinkanku untuk masuk ke dapur belakang dan melihat sebagian prosesnya. Kuah kaldu dipanaskan dulu kemudian sebagian lauk, seperti sayur, kacang, jamur, dan seafood, dimasukkan ke dalam untuk dimasak bersama.

Setelah itu seluruh kuah dan lauk itu seharusnya dituang ke dalam mangkuk bersama mie-nya. Tapi karena aku minta pisah kuah, lauknya pun ditiriskan dan ditata di atas mie di mangkuk yang berbeda.

Jujur, aku terkesima dengan variasi topping-nya yang melimpah dalam seporsi mie. Dihitung-hitung ada 13 macam lauk dan pelengkapnya, mulai dari udang, bakso udang, bakso ikan, suwiran daging ayam, kacang koro, jamur, sawi, kol, irisan telur dadar, rumput laut kering, kacang tanah goreng, hingga garnish dari daun ketumbar dan bawang goreng.

Mie yang digunakan bentuknya lurus dan agak gemuk (mirip Mie Udon) tapi teksturnya tidak kenyal, gampang dikunyah. Seporsi mie dengan lauk yang banyak ini sudah pasti kaya rasa, tapi menurutku elemen yang justru menjadi penyempurna dari masakan ini ada pada kuah kaldunya.

Diramu dari rebusan daging ayam, tulang ayam, dan tulang babi, kuah kaldunya berwarna pucat dan tentu saja penuh nutrisi. Rasa manis gurihnya sedap! Setelah dibiarkan beberapa lama, aku perhatikan ada selaput lemak tipis yang terbentuk di permukaannya. Tandanya kaldu ini dimasak cukup lama. Keseluruhan cita rasa menu ini pun semakin istimewa saat kuahnya bersatu dengan mie dan lauknya. Mantap!
Jika biasanya aku jarang menghabiskan kuah mie setiap kali makan di luar, yang ini benar-benar kulahap sampai kandas. Sambil makan, aku juga ditemani dengan “musik dapur” alias bunyi tok-tok-tok dari pembantu yang sibuk mencincang sesuatu di belakang. Maklum sih, ini karena tempat makan tamu cuma sedikit dibatasi dari bagian dapurnya.
Dengan kenikmatan yang mengenyangkan begini, alangkah baiknya jika kedai Phu Thien Heng Hwa Mie yang sudah berjalan setahun lebih ini bisa buka setiap harinya untuk dikunjungi lebih banyak orang. Akan tetapi seperti yang dijelaskan sang pemilik, berhubung beliau sudah berumur, buka setiap hari bisa cukup melelahkan baginya.
Oh ya selain mie, di sini juga tersedia pilihan dim sum untuk cemilan. Bisa jadi rasanya enak juga karena katanya homemade, tapi aku nggak pesan lagi karena terlanjur kekenyangan. Ada yang sudah coba?
PHU THIEN HENG HWA MIE/BIHUN
Jl. Sindoro No. 12 Medan
Hp. 0812.6947.3855
Buka Jumat, Sabtu, dan Minggu (08.00-15.00 WIB)
Non Halal
Lokasi: https://goo.gl/maps/gjxWssJzY9s