It’s been 3 to 4 years since our last article of this tummy-pleasing cafe, The Big Eyed.
Baru bulan lalu saja, The Big Eyed merayakan ulang tahun 4 tahunan mereka. Kami cukup terkejut dengan senyuman kecil di ujung bibir dan turut merasa berbahagia di saat yang sama.
Nggak mudah untuk survive di mall dengan trafik pengunjung yang tidak sebanyak mall-mall tetangganya, apalagi pada tahun-tahun pertama berdirinya.
It’s getting better now, actually. They gradually gain more and more visitors. Both the mall and The Big Eyed, itself.

We were here on their anniversary celebration last month.
Gue dan Hardy bertukar pandang melihat seisi ruangan yang sangat “tenang”. Jumlah pengunjung bisa dihitung dengan jari dan tidak sampai membutuhkan kedua telapak tangan gue.
Lirikan gue ke jam tangan menenangkan batin. Jam menunjukkan pukul 11 siang dan hari itu weekdays.
Jam kerja masih berlangsung, dan traffic seperti ini harusnya cukup normal.
Benar saja, beberapa pengunjung menyusul di belakang kami. Perlahan memenuhi beberapa meja di sisi ruangan yang berlawanan dari kitchen dan bar, serta meja bagian tengah ruangan.

Anyway…
We Can Dig Up More This Time
Berbeda dengan kunjungan di tahun 2016 yang melahirkan artikel The Big Eyed pertama kami, kali ini kami disambut oleh salah satu staff pengelola The Big Eyed.
Gue mengenalnya dengan nama Ferry. We asked a lot, termasuk ke filosofi nama The Big Eyed.
Literally, The Big Eyed berarti ‘mata yang besar‘. Atau kalau menurut penuturan Ferry, ekspresi (yang diharapkan) dari pengunjung yang membelalakan mata ketika melihat makanan mereka disajikan.
At one point, gue setuju.
Sekilas sapuan pandangan gue ke pengunjung lain yang sudah lebih dulu memesan dan pesanannya dihidangkan, senyum kecil dan melebarnya kelopak mata menjadi ekspresi alami yang lebih dulu muncul untuk merespon presentasi makanannya.
West. West. West.
Sebenarnya, dari daftar menu yang disajikan juga sudah terlihat jelas kalau kebanyakan menunya adalah menu Western.
But, we are one of those few people who typed 15+1=16 on calculator just to make sure.
Ferry mengkonfirmasi kalau memang menu di sini HANYA Western. Tidak akan ada menu Asian, Oriental atau Fusion.

Termasuk dari herbs and spices yang digunakan, seperti rosemary, oregano dan kawan-kawannya. Which is cukup jarang ditemukan di masakan Asian, terutama Medan.
Here’s my opinion. Most of Medan food rely on MSG atau penyedap rasa untuk memperkuat aroma dan rasa.
Menurut Ferry, justru masakan di The Big Eyed menghindari penggunaan micin (penyedap rasa). Aroma dan rasa diperkuat dengan herbs and spices asli, bukan artificial atau MSG.
Benar nggaknya, gue kembalikan ke loe lagi untuk judge. But, gue pribadi merasa setuju-setuju aja.
Terutama dari menu yang paling pertama disajikan hari itu.
Ah yes, menu. Obrolan kami saat itu hampir bikin kami lupa untuk memesan (Ferry tergolong orang yang ramah dan humble saat diajak berbicara).
Most Recommended Menu Was Our First Order

Mata kami tertuju pada menu yang berada di halaman paling pertama dari album foto-foto makanan mereka.
“Porchick Whole” tulisannya, lengkap dengan harga-harganya.
Itu adalah menu yang paling direkomendasikan The Big Eyed dan… ya memang itu menu yang sedang kami highlight karena ada hubungannya dengan promo anniversary mereka saat itu. Nanti gue jelaskan.
Porchick atau lebih tepatnya Portuguese Chicken ini membutuhkan waktu 30 menit untuk proses masaknya. But, I tell you, it’s woooorth the wait!
Porchick dihidangkan bersamaan dengan jagung bakar, onion rings, ratatouille dan Peri-Peri Sauce (dibaca /pɪri ˈpɪri/PIRR-ee-PIRR-ee).

Fun fact: Peri-Peri Sauce ini berasal dari Portugal dan sering dijumpai pada makanan Portugis. Jadi, saus ini bukan berasal dari daerah manapun di Indonesia, meskipun homofon dengan salah satu kata dalam KBBI.
Hardy menjadi orang pertama yang mencomot paha ayamnya. Dagingnya juicy, moist, dan tingkat kematangannya pas.
Dari gigitan pertama pun aroma rosemary yang cukup kuat sudah mulai tercium. Selain rosemary, kami merasakan ada aroma lain pada dagingnya. We’re not sure, but sepertinya itu aroma oregano yang terasa samar-samar.
It’s kinda spicy, dominan rasa asin dengan kulitnya yang nggak crispy namun glazy dan flavorful.
Peri Peri Sauce.
Garlicky, spicy, tangy and utterly addictive. This bright, fresh, fully-flavoured version hits all the right notes.
Meskipun, gue sendiri masih lebih suka Porchick versi original tanpa dicelupkan ke dalam saus Peri-Peri. Berbanding terbalik dengan Hardy.

Best-Selling Menus Came Next
Menyusul Porchick Whole tadi, Artichoke Dipping Nachos dan Olive Fried Rice pun disajikan.
Menu ini dipesan berdasarkan rekomendasi Ferry. Menurutnya, kedua menu ini merupakan menu berikutnya yang paling tinggi skala penjualannya.
I can understand why Artichoke Dipping Nachos-nya sangat digemari pengunjung.
Gue seketika Googling ketika diberi tahu kalau saus ini menggunakan artichoke flower asli. Penampakannya cukup asing, btw. Dan gue juga sebenarnya clueless seperti apa rasa sebenarnya. Let’s zip it, anyway.

Gue tergila-gila pada Artichoke Sauce-nya.
Kalau harus dijelaskan, rasa sausnya mirip cream soup yang dicampurkan dengan mushroom serta truffle cincang. But, I know they’re not.
Hard to explain. Mending loe cobain langsung. This is strongly recommended!

Bintik-bintik hitam pada Olive Fried Rice bukanlah blackpepper.
Kami berdua setuju kalau menu ini memberikan aroma dan rasa olive yang tidak terlalu strong. Samar-samar namun tetap terasa.
Satu hal yang gue sukai dari Olive Fried Rice adalah less oily. Loe bisa lihat dari dasar piring yang tidak meninggalkan bekas minyak.
Adanya tambahan minced meat (ayam) pada menu ini juga menjadi nilai plus, selain dari adanya potongan daging ayam goreng pada bagian atas.

Pizza But Cake
Menu yang satu ini gue order karena rasa penasaran yang cukup besar.
Pizza dan cake adalah dua hal yang jelas-jelas berbeda dan berlawanan. Bagaimana suatu menu bisa disebut Pizza Cake sekaligus?

Gue ketawa geli dalam hati. Entah kenapa, gue merasa lucu saja dengan penampilan menu ini.
Menu ini menggunakan base pizza dough yang dibentuk seperti mangkuk dan diisi berbagai topping seperti pizza pada umumnya di bagian dalam.
Cheese. Chicken. Napoletana Sauce.
Kalau disimpulkan, Pizza Cake ini lebih seperti Chicago-style Pizza dalam ukuran mini (dengan tambahan sayuran dan tomat ceri di bagian atasnya).

Gue memiliki ekpektasi kalau bagian luar pizza akan terasa crusty dan crunchy, tapi ternyata tidak. Dari luar dough sampai ke bagian dalam pizza, semuanya terasa lembut.
Hardy seemed to enjoy it, but I found it hard to enjoy this dish. Mungkin karena ekspektasi yang tidak sesuai tadi.
This is personal, anyway.
What A Lunch Without A Beverage
Ferry memberi rekomendasi menu minuman Minty Green. Minuman ini termasuk best-selling product The Big Eyed.
We’re asked to guess bahan-bahan yang ada dalam Minty Green.

Entah apa komposisinya, tapi rasanya sangat menarik sekali. Sweet, fresh and instantly clean your palate.
Yang jelas ada aroma mint di dalamnya. Sisanya kami menebak-nebak apakah ada sayur sawi atau tidak. Tapi, kami meyakini adanya penggunaan apel pada Minty Green ini.
…And Always Spare Room For Desserts.

Presentasinya really soothe the mood.
Nggak lama-lama, kami mengambil sepotong benda kecil berwarna coklat yang sepertinya bertekstur renyah.
Benar saja, itu adalah Puff Pastry yang membalut potongan apel di dalamnya.
Tasted good! Apalagi dinikmati bersamaan dengan vanilla ice cream di sebelahnya.
#KilasBalik 4 Tahun Anniversary The Big Eyed
Selama tanggal 14 Oktober sampai 18 Oktober 2019 kemarin, The Big Eyed meluncurkan “Chinchai Menu” untuk merayakan ulang tahun ke-4 mereka.
Di setiap pemesanan 1 Pochick Whole seharga 155ribu, pengunjung dipersilahkan 1 atau 2 menu dari list “Chinchai Menu” yang bisa dibayar dengan harga SESUKANYA.

Ada 2 set menu yang disediakan. Let’s call it “Set Kiri” dan “Set Kanan” (ini sebutan yang gue buat biar mudah).
Kalau tertarik dengan menu Set Kiri, pengunjung hanya bisa memilih 1 menu yang bisa dibayar dengan harga sesukanya.
Kalau tertarik dengan menu Set Kanan, pengunjung bisa memilih 2 menu yang bisa dibayar dengan harga sesukanya.
Bahkan sampai kunjungan yang kali ini pun, kami satisfied dengan menu-menu yang dipresentasikan.
Angkanya memang cukup menguras kantong dan #NotSafeForBulanTua. Tapi dari pelayanan, produk dan pengalaman yang dirasakan, “this place’s one of those few places I’m happily spending my money on“, quoted from our last article.
The Big Eyed (@thebigeyed)
Lippo Plaza Medan Lt 1-12,15
+6261-80511150
Brunch Menu serve from 10.00 – 18.00
Dinner Menu serve from 18.00 – 22.00
Halal
Lokasi: https://goo.gl/maps/SMUr9F8xL58i96cv5