
Yang udah ngikutin blog ini sejak batu akik belum populer, pasti tau kalo mie kangkung Belacan ini udah pernah direview, tepatnya awal Desember 2013. Saat itu Ahai berjualan di Jalan S.Parman menempati sebuah ruko, namun review tersebut berakhir dengan kekecewaan.

Saya gak tau apakah Ahai menyadari hal itu atau tidak, tetapi penutupan outlet tersebut kurang lebih memberikan sebuah jawaban. Kendati demikian, bukan berarti berita tersebut terdengar menyedihkan.

Tidak lama kemudian, Ahai melanjutkan usahanya di Jalan Semarang, sebuah kawasan kuliner Chinese yang sudah lama exist. Kawasan kuliner yang melahirkan beberapa jawara kuliner seperti Tiongsim, Shen Tien Sia, Bihun bebek Atak, kwetiaw Andalas, Bakmi Andalas, dan lain sebagainya.

Kawasan Semarang ini sendiri pernah sempat mati suri ketika seorang walikota meresmikan Kesawan Square, sebuah konsep yang sama. Seiring waktu, kawasan kuliner ini tetap bertahan walau tidak seramai dulunya lagi, apalagi ditambah kehadiran beberapa kawasan kuliner dan resto cafe yang berkembang bak jamur.

Background usaha kuliner Ahai yang berawal dari street food di kawasan pasar ramai ini menurut saya memang lebih cocok bertengger di jalan Semarang, menambah semaraknya kuliner di kawasan yang sudah melegenda.
The good news, Ahai is now present. Beberapa kali kunjungan reguler saya ke jln Semarang ini selalu tampak seorang chef yang dengan lincah dan piawai mengatur masakannya di wajan hitam dengan bara api bersuhu tinggi. *Dan itulah alasannya kenapa saya menulis kembali artikel ini.

Another good news is, Ahai menggunakan bahan seafood dan minyak nabati, dengan maksud agar masakannya dapat dinikmati kalangan masyarakat yang lebih luas, terutama kaum muslim.

And here it is…presentasinya kurang lebih sama dengan review yang lalu. Salah satu karakter mie kangkung belacan Ahai terdapat pada ukuran udang yang besar, dan rasa pedas dari kuah yang membasahi dasar piring dengan aroma belacan yang kental memberi sebuah citarasa tersendiri.

The conservative Medanese, termasuk saya—sangat picky dalam urusan makanan, apalagi yang ber-urusan ama kuali. Pengaturan suhu api, timing, durasi, rasio minyak, urutan ingredients, dan yang terpenting insting, menjadi faktor esensial yang menurut saya menghasilkan umami, or simply the fifth taste after sweet, sour, salty, and bitter.
Selain mie kangkung belacan, Ahai juga menyediakan nasi goreng ikan asin dan nasi goreng belacan yang tidak kalah enaknya. Sayangnya pada kesempatan ini saya tidak sempat mendokumentasikannya. Kedua masakan ini nantinya akan saya review beserta outlet Ahai yang berada di pasar ramai.
In the meantime, enjoy one of the best Mie Kangkung Belacan in Medan.
Ahai Mie Kangkung Belacan
Jalan Semarang (Seberang bihun bebek Atak)
Buka: Malam hari
0851-0078-1131
Saat ini kalo ga salah uda 40rb per porsi
wah dari tampilannya saja sudah enak ni ….
perlu mencoba kuliner satu ini ……
kalo boleh tahu berapa harganya itu pak admin 1 porsinya?” makasih …
wahhh jadi laper ni lihat masakannya…!!!
Bikin ngiler tuh… berasa ingin nyobain
Mahall …!!!
Seporsi kwetiaw penang di guerney drive dengan udang yang tak kalah besar dan lebih jumlahnya hanya RM 3 50 sen (sekitar Rp.13 rb )
Dari bil sih uda 37rb
Bro Leo, terakhir uda berapa yah seporsinya disana?
ini baru namanya makan, cap jempol
@M1lkpui @Leo:
“Kau Ce” lebih cocoknya disandingkan dengan sebutan “Nyinyir” [wawasan yang diperoleh dari emak-emak di pajak (alias pasar)], atau istilah keren-nya “Cerewet”.
Anyway, setuju dengan min @MaMa kalau insting memasak itu sangat esensial untuk dapat menghasilkan citarasa masakan yang ‘WOW’.
Haha, maybe yah, ga dapet kamus bahasa indonesianya, kalo di hokkien kan namanya ‘kau ce..’ lol. Thanks for the suggestion.
‘sangat picik ‘ ???? Hmmm maybe maksud Mak ‘picky’ ya … CMIIW 😉
Comments are closed.